
Proses Administrasi Pemberhentian Jangan Persulit Caleg
Jakarta, kpu.go.id – Rapat Dengar Pendapat antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dengan Komisi II DPR serta Pemerintah kembali digelar di Ruang Sidang Nusantara I DPR, Jakarta, Rabu (23/5/2018). Materi pembahasan masih terkait draft Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Pencalonan khususnya aturan tentang syarat pemberhentian bagi calon legislatif (caleg) dari PNS, TNI, Polri, Pegawai BUMN, dan Pegawai Lainnya yang menggunakan anggaran negara.
Dalam kesempatan itu Ketua KPU, Arief Budiman mengawali dengan paparan tentang syarat caleg yang mendaftar di pileg patut menunjukan surat keputusan (SK) pemberhentian selambatnya satu hari sebelum dikeluarkannya Daftar Calon Tetap (DCT). “Karena KPU butuh kepastian ketika DCT ditetapkan maka orang-orang itu (PNS,Polri,TNI, dan Pegawai BUMN) haruslah betul-betul telah berhenti,” ujar Arief.
Mendengar penjelasan tersebut, dari pemerintah yang diwakili staf ahli bidang pemerintahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro menyampaikan bahwa syarat berupa SK pemberhentian butuh waktu yang tidak sedikit mengingat izin berhenti dari jabatan bagi aparatur negara dengan golongannya tinggi memerlukan persetujuan presiden.
Senada Anggota Komisi II DPR, Azikin Solthan juga mengatakan, pengalamannya pribadi terkait proses pemberhentian memang tidak sebentar. Dirinya dulu butuh waktu kurang lebih 30 hari setelah penetapan DCT untuk bisa mendapatkan surat pemberhentian.
Sementara dalam pandangannya, Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar menyampaikan bahwa SK pemberhentian pada prinsipnya terdiri dari dua jenis, deklaratoir dan beshiking. Dan untuk kasus sulitnya mendapatkan surat dalam waktu cepat maka SK deklaratoir umum sudah cukup dimungkinkan.
Menanggapi komentar tersebut, Arief lebih menyinggung proses administratif dari proses SK pemberhentian yang selama ini dianggap terlalu lama. Dia mendorong agar proses administrasi lebih cepat. “Yang harus diatur proses itu tidak boleh lama, (karena) susah itu relatif. Ini catatan penting, tidak boleh kita persulit orang hanya karena urusan administratif,” tegas Arief.
Dia pun merespon pendapat Bawaslu terkait SK deklaratoir yang dianggap cukup, sembari menunggu SK pemberhentian dikeluarkan. Dia menilai bahwa saat ini yang dibutuh adalah SK yang sifatnya individual. “Case saat ini ya individual, jadi kalau digugat itu ya individual yang kena enggak umum,” tambah Arief.